Sabtu, 18 Juni 2011

DIBALIK SOSOK SEORANG AYAH

Ku yakin kini kau mulai dewasa, kau sudah mulai mencerna sesuatu dengan baik, kau bisa menilai sesuatu denagnn kritis, dan kau telah bisa merenungi suatu makna...

Ok siapin tisu..

Baut apa ya tisu??

Baut?? Buat kali...

Iya deng..

Ya buat ngapus air matamu..

Dah lah..
Simak dan renungi!!!

Kita langsung ke intinya ja...



==========================================================================================================================
==========================================

Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa,
Yang sedang bekerja diperantauan,
Yang ikut suaminya merantau keluar kota atau luar negeri,
Yang sedang bersekolah atau kuliah jauh kedua orang tua....
Akan sering merasa kangen sekali dengan mamanya..

Lalu bagaimana dengan Papa??

Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari,,
Tapi taukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk meneleponmu??

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil,,
Mamalah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng,,
Tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa kerja dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kamu lakukan seharian??




Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil....

Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda.
Dan setelah Papa menganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu...
Kemudian Mama bilang : “Jangan dulu pa, jangan dilepas dulu roda bantunya”,
Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka...

Sadarkah kamu??

Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu,menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba.
Tapi Papa akan mengatakan dengan tegas “Boleh, kita beli nanti, tapi jangan sekarang”.
Tahukah kamu,
Papa melekukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?

Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai terkadang sedikit membentak dengan berkata : “Sudah dibilang! Kamu jangan minum air dingin!”
Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasehatimu dengan lembut.
Ketahuilah..saat itu Papa benar-benar memperhatikan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja......

Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam.
Dan Papa bersikap tegas dan mengatakan : “Tidak Boleh!”.
Tahukah kamu bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu?
Karena bagi Papa kamu adalah sesuatu yang sangat-sangat luar biasa berharga..

Setelah itu kamu marah pada Papa dan masuk ke kamar sambil membanting pintu...
Dan yang datang mengetuk pintu dan membujukmu agar tidak marah adalagh Mama..
Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya,
Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu,
Tapi, lagi-lagi dia HARUS menjagamu??

Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang kerumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia :’)
Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu..
Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu??




Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa mlonggarkan sedikit peraturannya untuk keluar rumah untukmu,
Kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir..
Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut-larut..
Ketika ,melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa akan memarahimu..

Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang sangat ditakuti Papa akan segera datang?
“Bahwa  putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa”

Setelah lulus SMA,
Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.
Ketahuilah bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata-mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti..
Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa.

Ketika kamu menjadi gadis dewasa...
Dan kamu harus pergi kuliah di kota lain...
Papa harus melepasmu di Bandara.
Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu?
Papa hanya tersenyum sambil memberi nasihat ini-itu,dan menyuruhmu untuk berhati-hati.

Padahal Papa  ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat
Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu dan berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.
Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT.
Kuat untuk pergi dan menjadi DEWASA.

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang yang pertama mengerutkan kening adalah Papa.
Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan...
Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah “Tidak...Tidak Bisa!”
Padahal dalam batin Papa, ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu”.
Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa telah gagal membuat anaknya teersenyum?

Saat kamu diwisuda sebagai seorang Sarjana ..
Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Papa akan tersenyum bangga dan puas melihat “Putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”
Sampai saat seorang teman lelakimu datang kerumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya.
Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin.
Karena Papa tahu...
Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.

Dan akhirnya...
Saat Papa melihatmu duduk di panggung pelaminan bersama seorang laki-laki yang dianggapnya pantas menggantikannya,
Papa pun tersenyyum bahagia...
Apakah kamu mengetahui, Di hari yang bahagia itu papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?
Papa menangis karena Papa sangat bahagia,,

Kemudian Papa berdoa...
Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata “Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik...
Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik...
Bahagiakanlah ia bersama suaminya...”

Setelah itu Papa hanya menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjengguk..
Dengan rambut yang sudah dan semakin memutih...
Serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya...

Papa telah menyelesaikan tugasnya...

Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita...
Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat ...
Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis...
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu..
Dan dia adalah orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA



Anakku

Anakku,… Bila ibu boleh memilih Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu Maka ibu akan memilih mengandungmu… Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban dan kebesaran Allah
Sembilan bulan nak,… engkau hidup di perut ibu
Engkau ikut kemanapun ibu pergi
Engkau ikut merasakan ketika jantung ibu berdetak karena kebahagiaan
Engkau menendang rahim ibu ketika engkau merasa tidak nyaman, karena ibu kecewa dan berurai air mata…

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu harus operasi caesar, atau ibu harus berjuang melahirkanmu
Maka ibu memilih berjuang melahirkanmu
Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu
Adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga
Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke luar ke dunia sangat ibu rasakan
Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua
Malaikat tersenyum diantara peluh dan erangan rasa sakit,
Yang tak pernah bisa ibu ceritakan kepada siapapun

Dan ketika engkau hadir, tangismu memecah dunia
Saat itulah… saat paling membahagiakan
Segala sakit dan derita sirna melihat dirimu yang merah,
Mendengarkan ayahmu mengumandangkan adzan,
Kalimat syahadat kebesaran Allah dan penetapan hati tentang junjungan kita Rasulullah di telinga mungilmu

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu berdada indah, atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu,
Maka ibu memilih menyusuimu,
Karena dengan menyusuimu ibu telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan dan tegukan tegukan yang sangat berharga
Merasakan kehangatan bibir dan badanmu didada ibu dalam kantuk ibu,
Adalah sebuah rasa luar biasa yang orang lain tidak bisa rasakan

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat
Atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle
Maka ibu memilih bermain puzzle denganmu

Tetapi anakku…
Hidup memang pilihan…
Jika dengan pilihan ibu, engkau merasa sepi dan merana
Maka maafkanlah nak…
Maafkan ibu…
Maafkan ibu…
Percayalah nak, ibu sedang menyempurnakan puzzle kehidupan kita,
Agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yang hilang
Percayalah nak…
Sepi dan ranamu adalah sebagian duka ibu
Percayalah nak…
Engkau adalah selalu menjadi belahan nyawa ibu…



"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang baru melahirkan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan napasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga!
Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk.

Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh.

"Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, "Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?" Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.

Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia," kata sang ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.

Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya."

Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah.... bahwa sang ibu tidak memiliki telinga. "Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?"

Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.


Ibu...
adalah wanita yang telah melahirkanku
merawatku
membesarkanku
mendidikku
hingga diriku telah dewasa

Ibu...
adalah wanita yang selalu siaga tatkala aku dalam buaian
tatkala kaki-kakiku belum kuat untuk berdiri
tatkala perutku terasa lapar dan haus
tatkala kuterbangun di waktu pagi, siang dan malam

Ibu...
adalah wanita yang penuh perhatian
bila aku sakit
bila aku terjatuh
bila aku menangis
bila aku kesepian

Ibu...
telah kupandang wajahmu diwaktu tidur
terdapat sinar yang penuh dengan keridhoan
terdapat sinar yang penuh dengan kesabaran
terdapat sinar yang penuh dengan kasih dan sayang
terdapat sinar kelelahan karena aku

Aku yang selalu merepotkanmu
aku yang selalu menyita perhatianmu
aku yang telah menghabiskan air susumu
aku yang selalu menyusahkanmu hingga muncul tangismu

Ibu...
engkau menangis karena aku
engkau sedih karena aku
engkau menderita karena aku
engkau kurus karena aku
engkau korbankan segalanya untuk aku

Ibu...
jasamu tiada terbalas
jasamu tiada terbeli
jasamu tiada akhir
jasamu tiada tara
jasamu terlukis indah di dalam surga

Ibu...
hanya do'a yang bisa kupersembahkan untukmu
karena jasamu
tiada terbalas

Hanya tangisku sebagai saksi
atas rasa cintaku padamu



Dalam setiap irama tubuhmu kau selalu menyapa
Dalam kepenatan yang tak pernah terbisikkan kau selalu mendekap
Dalam kerinduan yang sangat kau tak pernah ingin lepas dariku

Usiaku kini telah berubah
Aku bukan lagi balita kecil
Kaulah yang telah membentuk jiwa mentah ini
Kaulah yang telah mengelola emosi labil ini
menjadi lokomotif kemajuan
Kaulah yang selalu memberiku keberuntungan
dengan nasihatmu kala malam telah larut
dan gerbang mimpi siap menghampiriku

Kala yang lain terlelap
Kutahu kau tak pernah terlena
Pikiran, hati, jiwa, dan emosiku selalu bekerja demi masa depanku
Kau selalu berpacu dengan waktu
Karena kau yakin, tanpa itu bisa jadi
aku terlindas oleh jaman yang semakin keras

Kaulah pengantar luasnya pengetahuanku
Kala wadah kosa kataku hanya bagai tetesan air
Kaulah yang memenuhinya hingga menjadi sebuah lautan
Kaulah bintang berkilauku
Yang tak akan pernah terlupakan
oleh rangkaian huruf cahaya sejarah peradaban manusia

Andai aku bisa, bunda
Kan kubalas segenap cinta dan kasihmu
Andai aku mampu, bunda
Kan kupersembahkan seterang kilauanmu,
sehangat dekapanmu, setulus kasihmu,
dan sebijak nasihatmu

Kutahu, bunda
Tanganmu tak pernah lepas berharap untukku
dalam setiap do’a yang kau panjatkan
Kutahu bunda
Senyummu selalu menyapa dalam setiap kata cinta
yang keluar dari lisanmu
Kutahu bunda
Mata hatimu selalu terjaga dalam setiap derapku

Ya Allah
Kutengadahkan tanganku berharap
kau membahagiakannya sepertiku kini
Ya Rabbi
Kumemohon berilah bunda mimpi yang selalu indah
Ya Rabbul Izzati
Kuberharap padaMu anugerahkan bunda kecupan hangat
Seperti yang selalu ia berikan padaku saat aku terbangun di pagi hari
Ya Illahi
Sejahterakanlah bunda

Bunda, pelangi dan matahariku
Hari ini kuhaturkan dengan tulus padamu

Ibunda, Kenapa Engkau Menangis

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada ibunya.
"Ibu, mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab, Ibu adalah
seorang wanita, Nak". "Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya
tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah
mengerti...."

Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis?
Sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas?"Sang ayah menjawab,
"Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan". Hanya itu jawaban yang
bisa diberikan ayahnya.
Lama kemudian, si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap
bertanya-tanya, mengapa wanita menangis.

Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan."Ya Allah,
mengapa wanita mudah sekali menangis?"Dalam mimpinya, Tuhan
menjawab,"Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat
utama.Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan
isinya, walaupun juga, bahu itu harus cukup nyaman danlembut untuk
menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, danmengeluarkan bayi
dari rahimnya, walau, seringkali pula, ia kerap berulangkali menerima
cerca dari anaknya itu.

Kuberikan keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang
menyerah, saat semua orang sudah putus asa.

Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau
letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang, untuk mencintai semua
anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak
jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya. Perasaan
ini pula yang akan memberikan kehangatan pada
bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan
memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa
sulit, dan enjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuklah
yang melindungi setiap hati dan
jantung agar tak terkoyak?Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan
kemampuan untuk
memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang
tak pernah melukai istrinya. Walau, seringkali pula, kebijaksanaan itu
akan menguji setiap kesetiaan yang
diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi,
dan saling menyayangi.

Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkanperasaannya.
Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan
kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita,
walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air mata kehidupan".

Maka, dekatkanlah diri kita pada sang Ibu kalau beliau masih hidup


KEJUJURAN MUBAROK

Dikisahkan dari Mubarok -ayahanda dari Abdulloh Ibnu al-Mubarok- bahwasanya ia pernah bekerja di sebuah kebun milik seorang majikan. Ia tinggal di sana beberapa lama. Kemudian suatu ketika majikannya -yaitu pemilik kebun tadi yang juga salah seorang saudagar dari Hamdzan- datang kepadanya dan mengatakan, “Hai Mubarok, aku ingin satu buah delima yang manis”Mubarok pun bergegas menuju salah satu pohon dan mengambilkan delima darinya. Majikan tadi lantas memecahnya, ternyata ia mendapati rasanya masih asam. Ia pun marah kepada Mubarok sambil mengatakan”Aku minta yang manis malah kau beri yang masih asam! Cepat ambilkan yang manis” Ia pun beranjak dan memetiknya dari pohon yang lain. Setelah dipecah oleh sang majikan; sama, ia mendapati rasanya masih asam. Kontan, majikannya semakin naik pitam. Ia melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya, majikannya mencicipinya lagi. Ternyata, masih juga yang asam rasanya. Setelah itu, majikannya bertanya,”Kamu ini apa tidak tahu; mana yang manis mana yang asam”Mubarok menjawab.”Tidak”;Bagaimana bisa seperti itu”;Sebab aku tidak pernah makan buah dari kebun ini sampai aku benar-benar mengetahui (kehalalan)nya.&”Kenapa engkau tidak mau memakannya?” tanya majikannya lagi”Karena anda belum mengijinkan aku untuk makan dari kebun ini” Jawab Mubarok. Pemilik kebun tadi menjadi terheran-heran dengan jawabannya itu .. “Tatkala ia tahu akan kejujuran budaknya ini, Mubarok menjadi besar dalam pandangan matanya, dan bertambah pula nilai orang ini di sisi dia. Kebetulan majikan tadi mempunyai seorang anak perempuan yang banyak dilamar oleh orang. Ia mengatakan, “Wahai Mubarok, menurutmu siapa yang pantas memperistri putriku ini?”;”Dulu orang-orang jahiliyah menikahkan putrid-­putri mereka lantaran keturunan. Orang Yahudi menikahkan karena harta, sementara orang Nashrani menikahkan karena keelokan paras. Dan umat ini menikahkan karena agama." Jawab Mubarok. Sang majikan kembali dibuat takjub dengan pemikirannya ini. Akhirnya majikan tadi pergi dan memberitahu isterinya, katanya, “;Menurutku, tidak ada yang lebih pantas untuk putri kita ini selain Mubarok”. Mubarok pun kemudian menikahinya dan mertuanya memberinya harta yang cukup melimpah. Di kemudian hari, isteri Mubarok ini melahirkan Abdullah bin al-Mubarok; seorang alim, pakar hadits, zuhud sekaligus mujahid. Yang merupakan hasil pernikahan terbaik dari pasangan orang tua kala itu. Sampai-sampai Al-Fudhoil bin 'Iyadh Rohimahullah mengatakan -seraya bersumpah dalam perkataannya-, "Demi pemilik Ka'bah, kedua mataku belum pernah melihat orang yang semisal dengan Ibnu al-Mubarok. Hari ini, kecurangan dan penipuan sudah semakin banyak terjadi dalam kehidupan sebagian orang. Sangat jarang kita temukan orang jujur lagi dipercaya dalam menunaikan amanah serta yang jauh dari sifat curang dan penipu.



Buang Tabiat Burukmu! 
Suatu hari, Seorang yang bijak ditemani salah seorang anaknya berjalan-jalan ke tempat yang sunyi. Keduanya berjalan dan akhirnya sampai di perkebunan dengan pohon-pohon yang indah, bunga-bunga yang harum, dan buah-buahnya yang ranum. Ada sebuah pohon kecil di pinggir jalan yang condong karena ditiup angin. Ujungnya hampir menyentuh tanah. Bapak yang bijak itu berkata kepada anaknya, “Lihatlah pohon yang miring itu. Kembalikan ia kepada keadaannya yang semula.”.Anaknya pun bangkit menuju pohon itu. Dengan mudah dia berhasil meluruskannya. Lalu keduanya berjalan lagi. Sekarang, keduanya sampai kepada sebuah pohon besar, batang-batangnya banyak yang bengkok. Bapak itu berkata kepada anaknya, “Anakku, lihatlah pohon ini. Betapa ia sangat memerlukan orang yang mau berbuat baik kepadanya untuk meluruskannya. Menghilangkan aib yang menodai­nya, dan menaikkan harganya di depan orang-­orang yang memandangnya. Kesanalah, lakukanlah apa yang kamu lakukan pada pohon sebelumnya”. Anaknya tersenyum terheran-heran. Dia menjawab, “Aku bukan tidak mau berbuat baik. Hanya saja pohon itu tidak mungkin diluruskan, karena usianya yang sudah tua. Benar, itu mungkin bisa dilakukan pada saat ia masih muda. Kalau sekarang, mana mungkin?” Bapak bijak itu mengagumi anaknya. Dia bahagia melihat anaknya yang cerdas dan bisa menjawab dengan tepat. Dia berkata”Kamu benar, anakku. Siapa yang tumbuh di atas sesuatu, maka ia menjadi tabiatnya. Beradablah sejak kecil, niscaya adab itu selalu menemanimu sampai kamu dewasa”. Kemudian keduanya pulang dan bapak bijak itu melantunkan syair,”Budi pekerti itu berguna bagi bocah semasa kecilnya. Adapun pada masa kepala telah beruban, maka ia tidaklah berguna. Sesungguhnya jika kamu meluruskan ranting, maka ia bisa lurus. Sementara kayu, tidaklah mungkin kamu bisa meluruskannya”
Sumber: Makarimul Akhlaq



KISAH SI PEMBUNUH 99
Dalam sebuah Hadits yang diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim secara sepakat disebutkan bahwa: dahulu di kalangan orang-orang yang sebelum kalian -yakni kaum Bani Israil- ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang. Lelaki ini telah berlumuran darah. Jari-jemarinya, pakaiannya, tangan, dan pedangnya, semuanya basah oleh darah, karena telah membunuh 99 orang dari kalangan orang-orang yang jiwanya terpelihara. Padahal seandainya semua penduduk bumi dan penduduk langit bersatu-padu untuk membunuh seorang lelaki muslim, tentulah Allah akan mencampakkan mereka semuanya dengan muka di bawah ke dalam neraka. Maka terlebih lagi dengan seseorang yang datang dengan pedang yang terhunus, sikap yang kejam, jahat, lagi emosi, akhirnya dia membunuh 99 orang. Lelaki pelaku kejahatan ini telah melumuri dirinya dengan darah banyak orang dan membinasakan banyak jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya serta mencabut nyawa mereka. Sesudah dirinya berlumuran dengan kejahatan dan dosa besar ini, ia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Ia pun ber¬pikir tentang hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada Allah untuk mempertanggungjawab¬kan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selanjutnya, ia berpikir untuk kembali dan bertaubat kepadaNya agar Dia membebaskannya dari neraka. Sesungguhnya para raja pun  bila budak-budaknya telah beruban dalam perbudakannya mereka pasti akan memerdekakannya dengan pembebasan yang baik. Dan Engkau, wahai penciptaku, jauh lebih murah daripada itu Sekarang sungguh aku telah beruban dalam penghambaan diri maka bebaskanlah diriku dari neraka. Maka keluarlah ia dengan pakaian yang berlumuran darah, sedang pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari-¬jemarinya berbelepotan darah. Ia datang bagaikan seorang yang mabuk, terkejut, lagi ketakutan seraya bertanya-tanya kepada semua orang: “Apakah aku masih bisa diampuni?” Orang-orang berkata kepadanya: “Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni”. Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali hanya orang-orang yang ahli dalam hukum Allah. Ia pun pergi ke sana, ke tempat rahib itu, seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil yang belum pernah merasakan manisnya ilmu dan tidak pernah membekali dirinya dengan pengetahuan, penelitian, dan penguasaan terhadap masalah-¬masalah agama. Dia hanya melakukan ibadahnya menurut tata cara yang dibuat-buatnya sendiri tanpa ada dalil, baik dari syari’at maupun agama. Perhatikan QS. AL-HADJlD (57): 27, yang artinya:”Dan mereka mengada-adakan kerahiban, padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-¬adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak meme¬liharanya dengan pemeliharaan yang semestinya”. Sesungguhnya agama itu bila tidak dibarengi dengan cahaya hidayah dan ilmu, sama dengan kesesatan dan bid'ah yang bertumpang-tindih antara yang satu dan yang lainnya. Ia pun pergi dengan langkah yang cepat dengan penuh penyesalan karena dosa-dosa yang telah dilakukannya, lalu ia mengetuk pintu kuil si rahib tersebut. Rahib tersebut mengharamkan kepada dirinya sendiri: daging, makanan yang baik, pakaian yang baik, dan kawin, padahal Allah tidak mengharamkan semuanya itu atas dirinya. Dia lakukan hal tersebut karena kejahilannya tentang maksud Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia pun keluar menyambutnya. Lelaki penjahat ini masuk dan ternyata pakaiannya masih berlumuran darah segar, membuat si rahib kaget dan terkejut bukan kepalang. Si rahib berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu.”. Sambutan ini jelas bukan tata cara yang biasa digunakan oleh para ulama dan para da’i yang menghendaki hidayah bagi manusia, karena pintu Allah selalu terbuka; pemberiannya senantiasa datang dan pergi; pahala-Nya dianugerahkan; tangan kekuasaan¬Nya senantiasa terbuka pada malam hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdosa pada siang harinya, dan senantiasa terbuka pada siang hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdo'a pada malam harinya, hingga matahari terbit dari arah tenggelamnya (hari Kiamat). Si penjahat bertanya: "Wahai rahib ahli ibadah, aku telah mem¬bunuh 99 orang, maka masih adakah jalan bagiku untuk bertaubat?” Rahib yang jahil itu spontan menjawab:”Tiada taubat bagimu” Mahasuci Allah, apakah engkau menutup pintu yang selalu dibuka oleh Allah? Apakah engkau memutuskan tali yang telah dijulurkan oleh Allah? Apakah engkau mencegah hujan yang telah diturunkan oleh Allah? Apakah engkau menutup jalan masuk yang telah dibuat oleh Allah? Padahal Allahlah yang menciptakan; Allahlah yang telah menetapkan; Allahlah yang memberikan ampunan; Allahlah yang menghisab; dan Allahlah yang berbisik kepada seorang hamba pada hari yang tiada bermanfaat lagi harta benda dan anak-anak, kecuali orang yang menghadap kepada Allah dengan hati yang bersih, lalu Allah menyuruhnya mengakui dosa-dosanya, kemu¬dian Allah mengampuninya jika Dia menghendaki. Maka apakah urusanmu, hai rahib, sehingga engkau ikut campur dalam urusan antara para hamba dan Tuhannya? Apakah engkau memang seorang yang ahli untuk memberi fatwa dalam masalah ini? Bukan, engkau bukanlah seorang yang ahli dalam bidang ini. Hal ini hanya bisa ditangani oleh para ulama yang mengamalkan ilmunya lagi mengetahui tujuan syari'at-Nya. Akhirnya, si penjahat ini putus asa memandang kehidupan ini. Di matanya dunia ini terasa gelap; kehendak dan tekadnya melemah; dan keindahan yang terlihat di wajahnya menjadi buruk. Ia pun mengangkat pedangnya dan membunuh rahib ini sebagai balasan yang setimpal untuknya guna menggenapkan 100 orang manusia yang telah dibunuhnya. Selanjutnya, ia keluar menemui orang-orang guna menanya¬kan kembali kepada mereka, bukan karena alasan apa pun, melainkan karena jiwanya sangat menginginkan untuk taubat dan kembali ke jalan Tuhannya serta menghadap kepada-Nya. Ia bertanya kepada mereka: "Masih adakah jalan untuk ber¬taubat bagiku”. Mereka menjawab: “Kami akan menunjukkanmu kepada Fulan bin Fulan, seorang ulama, bukan seorang rahib, yang ahli tentang hukum Tuhan.”Sehubungan dengan pengertian ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan¬nya melalui ayat-ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dalam QS. AZ-ZUMAR (39): 9, yang artinya:”Katakanlah: 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui” Dalam QS. AL-¬MUJAADALAH (58): 11, yang artinya”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. “. Dalam QS. AL-ANKABUUT (29): 49”Sebenarnya Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu”, Dalam QS. ALI 'IMRAN (3): 18, yang artinya”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu”. Si penjahat itu pergi menemui orang alim itu yang saat itu berada di majelisnya sedang mengajari generasi dan mendidik umatOrang alim itu pun tersenyum menyambut kedatangannya. Begitu melihatnya, ia langsung menyambutnya dengan hangat dan mendudukkannya di sebelahnya setelah memeluk dan menghormatinya. Ia bertanya: "Apakah keperluanmu datang kemari?”. Ia menjawab: “Aku telah membunuh 100 orang yang terpelihara darahnya, maka masih adakah jalan taubat bagiku?”. Orang alim itu balik bertanya”Lalu siapakah yang menghalang-halangi antara kamu dengan taubat dan siapakah yang mencegahmu dari melakukan taubat? “Pintu Allah terbuka lebar bagimu, maka bergembiralah dengan ampunan; bergembiralah dengan perkenan dari-Nya; dan bergembiralah dengan taubat yang mulus”Ia berkata: "Aku mau bertaubat dan memohon ampun kepada Allah”Orang alim berkata”Aku memohon kepada Allah semoga Dia menerima taubatmu”. Selanjutnya, orang alim itu berkata kepadanya: “Sesungguhnya engkau tinggal di kampung yang jahat, karena sebagian kampung dan sebagian kota itu adakalanya memberikan pengaruh untuk berbuat kedurhakaan dan kejahatan bagi para penghuninya. Barang siapa yang lemah imannya di tempat seperti ini, maka ia akan mudah berbuat durhaka dan akan terasa ringanlah baginya semua dosa, serta menggampangkannya untuk melakukan tindakan menen¬tang Tuhannya, sehingga akhirnya ia terjerumus ke dalam kegelapan lembah dan jurang kesesatan. Akan tetapi, apabila suatu masya¬rakat yang di dalamnya ditegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar, maka akan tertutuplah semua pintu kejahatan bagi para hamba.”Oleh karena itu, keluarlah kamu dari kampung yang jahat itu menuju ke kampung yang baik. Gantikanlah tempat tinggalmu yang lalu dengan kampung yang baik dan bergaullah kamu dengan para pemuda yang shalih yang akan menolong dan membantumu untuk bertaubat”. Si pembunuh itu pun pergi dengan langkah yang cepat dan hati yang gembira dengan berita dan pengharapan ini. Ketika ia telah berada di tengah jalan, ia jatuh sakit dan sekaratul maut datang menjemputnya. Dalam QS. QAAF (50): 19, yang artinya:”Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” Selanjutnya, dia mengucapkan kalimat laa ilaaha illallooh, lalu meninggal dunia. Dia belum pernah shalat, belum pernah puasa, belum pernah bershadaqah, belum pernah zakat, dan belum pernah mengerjakan kebaikan sama sekali, tetapi dia kembali kepada Allah dengan bertaubat, menyesal, berharap, dan takut kepada-Nya. Maka datanglah malaikat rahmat dan malaikat adzab untuk mengambil dan menerima nyawanya dari malaikat maut yang mencabutnya. Mereka terlibat perselisihan yang sengit dalam memperebutkannya. Malaikat rahmat berkata: "Sesungguhnya dia datang untuk bertaubat dan menghadap kepada Allah menuju kepada kehidupan yang taat, kembali kepada Allah, dan dilahirkan kembali melalui taubatnya itu. Oleh karena itu, dia adalah bagian kami." Malaikat adzab berkata: "Sesungguhnya dia belum pernah melakukan suatu kebaikan pun. Dia tidak pernah sujud, Tidak pernah shalat, tidak pernah zakat, dan tidak pernah bershadaqah, maka dengan alasan apakah dia berhak mendapatkan rahmat? Bahkan dia termasuk bagian kami”. Allah pun mengirimkan malaikat lain dari langit untuk melerai persengketaan mereka. Selanjutnya, malaikat yang baru diutus itu pun datang kepada mereka yang telah menjadi dua golongan yang bertengkar. Malaikat yang baru berkata kepada mereka: “Tahanlah oleh kalian. Sesungguhnya solusinya menurutku ialah hendaklah kalian sama-sama mengukur jarak antara lelaki ini dan tanah yang ia tinggalkan, yaitu kampung yang jahat, dan jarak antara dia dan kampung yang ditujunya, yaitu kampung yang baik”. Ketika mereka sedang sama-sama mengukur, Allah memerin¬tahkan kepada kampung yang jahat untuk menjauh dan kepada kampung yang baik untuk mendekat. Menurut riwayat lain disebutkan bahwa sesungguhnya lelaki pembunuh 100 orang ini menonjolkan dadanya ke arah kampung yang baik. Akhirnya, mereka menjumpai mayat lelaki jahat ini lebih dekat kepada penduduk kampung yang baik dan mereka memutuskan bahwa lelaki ini adalah bagian untuk malaikat rahmat. Malaikat rahmat pun mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam surga. (KISAH LELAKI INI DISEBUTKAN DALAM SHAHIH BUKHARI NO. 3395, SHAHIH MUSLIM NO. 6957, DAN AHMAD NO.10924.)

PAKU

Kisah siao bao dan Paku
Posted on November 2, 2010 by sinar motivasi
 ShareSiao Bao, nama bocah laki-laki yang sebenarnya pintar tapi suka marah-marah. Sebagai anak satu-satunya, perilaku Siao Bao kadang manja dan semaunya. Tentu saja orang tuanya merasa sedih memikirkan perilaku Siao Bao.

‘Seperti kejadian kemarin, saat Siao Bao sedang asyik menonton TV hingga larut malam. Mama memanggilnya, “Siao Bao, tidurlah, hari sudah larut malam!” Siao Bao berteriak dengan ketus, “Tidak mau, saya masih ingin nonton TV!”

“Tapi besok pagi kamu tidak bisa bangun, bisa terlambat masuk sekolah lho!,” mama merayunya. Bukannya menurut, Siao Bao malah menjerit-jerit, “Saya tidak mau tidur! Sana, pergilah!” Sambil menghela nafas, mamanya membahas masalah ini dengan papa, “Papa, Siao Bao makin suka marah-marah, apa yang seharusnya kita perbuat.”

“Ya, kita harus mencari cara agar sifatnya dapat menjadi lebih baik”, kata papa.

Cuaca pagi di hari Minggu ini sungguh cerah, orang tua Siao Bao mengajaknya bermain-main di taman belakang, papa membuatkan ayunan di pohon, tentu saja Siao Bao sangat senang. Sambil memangku Siao Bao duduk di ayunan, papa bertanya, “Siao Bao, mari kita melakukan suatu permainan”. Dengan riang Siao Bao menjawab, “baiklah, permainan apa papa?” Papa pun menjelaskan, “Permainannya adalah setiap kamu marah, maka kita akan tancapkan satu paku di papan, tapi bila dalam sehari, kamu bisa tidak marah, maka kita cabut satu paku”. “Yeah, saya paling senang permainan!”, teriak Siao Bao.

Berturut-turut beberapa hari kemudian, selalu terdengar suara palu dipukul. Betul, itu memang suara paku yang ditancapkan Siao Bao, sambil berhitung, “Hari Ini ada 9 biji….Hari ini ada 8 biji….Hari ini ada 6 biji…..Hari ini hanya ada 5 biji lho…..”

Hingga suatu hari, orang tua Siao Bao mengajaknya duduk di taman, papa berkata, “Eh, Siao Bao, mengapa pakunya makin hari makin sedikit?” Siao Bao bilang, “Karena saya menemukan bahwa setiap kali menancapkan satu paku, membuatku teringat masalah saat saya marah, hati jadi merasa tidak enak, makin dipikir makin marah.”

“Oh, benarkah?”, kata mama. Siao Bao melanjutkan, “Ya, tetapi saat mencabut paku, saya teringat kalau seharian saya tidak marah, hati jadi senang”. Papa tersenyum, “Oh jadi kamu lebih senang mencabut paku”. “Tentu saja! Bahkan setiap kali memaku paku, saya membayangkan rupa diri saya sendiri yang suka marah”, kata Siao Bao. Sambil melihat ke pagar, papa berkata, “nampaknya paku sudah hampir habis dicabut semua”. Siao Bao menunjuk pagar lebih dekat, “Tapi lubang bekas paku yang tertinggal di sini, sungguh jelek dan tidak enak dilihat”. Papa berkata, “Benar, setiap kali sedang marah, maka ucapan kita seperti paku ini, bisa meninggalkan luka dan kebencian dalam hati orang lain. Meskipun kita telah berulang kali meminta maaf tetapi luka tersebut akan tetap ada.” Mama juga ikut mendekat, “Sebenarnya yang paling penting adalah belajar mengontrol diri kita”. Siao Bao memeluk keduanya, “Iya, sekarang saya mengerti sekarang”.

Perkataan yang emosional membuat orang sedih sedangkan perkataan yang baik akan menghangatkan sanubari.

Telinga Si Ibu

Diceritakan seorang ibu yg baru melahirkn seorang anak tkejut apabila melihat bayi yg baru dlahirkn itu tidak mempunyai daun telinga...Tetapi, bayi itu masih mempunyai fungsi pendengaran yg sempurna. Tidak ada apa yang dpt dlakukan oleh kedua orang tua bayi berkenaan hal itu, melainkan menerima takdir anak sulung mereka yang tidak mempunyai daun telinga.

Hari berganti hari, waktu terus berlalu, bayi itu membesar mnjadi seorang anak yg pandai bergaul dengan teman-teman sebayanya. Dia juga tidak mempunyai masalah dalam soal pembelajarannya di sekolah. Namun, satu perkara yg mengganggunya adalah sindiran teman2 yg mengatakn dia adalah anak makhluk asing,mahluk aneh yang tidak mempunyai telinga.

Sindiran dan ejekan itu mmg menyakitkn hatinya. Memang kerap juga dia pulang ke rumah smbil menangis dan terus mencari lalu memeluk ibunya. Dengan ketabahan yg luar biasa, si ibu terus memberikan kata2 semangat kpd si anak untuk mengembangkan potensinya dan meraih kejayaan yg gemilang sehingga mampu berada di tahap yg tinggi.

Pada suatu hari, seorang doktor yg dikenal mngatakn anak itu sudah boleh mnjalani pembedahan penerimaan daun telinga dan daun telinga ini sudah ada dlm smpanan, yg diterima dari seorang penderma. Mendengar berita itu, si anak gembira walaupun hatinya sering tertanya-tanya siapakah yg mndermakan daun telinga itu kepadanya.

Selepas menamatkan pembelajarn,anak itu bekerja sebgai seorang diplomat, selepas berumah tangga, kemudiannya dikurniakn 2 orang anak, dia masih lg tertanya-tanya tentang penderma daun telinga itu. Setiap kali dia bertanya, ayahnya akan menjawab, "Suatu hari kamu akan tahu juga, nak!"

Sehingga tibalah saat pling menyedihkn yg menimpa keluarga ini, saat ibu tersayang meninggal dunia kerana sakit. Rasa kehilangan yg tidak terhingga dirasakan anak tunggal ini, ia masih terbayang di matanya ketika dia diejek oleh rekan2nya, ibulah yg mnguatkn dirinya. Namun, sekarang semua itu hanya tinggal kenangan, si ibu yg tercinta pergi utk selama-lamanya. Ketika mmberi ciuman terakhir pada jasad si ibu, dia tkejut saat menyibak rambut ibunya dan mndapati ibunya tidak mmpunyai daun telinga.

Persoalan yg selama ini bermain di kepalanya akhirnya terjwab juga. Patutlah sejak beberapa tahun yg lepas, ibunya selalu berkata yang dia lebih suka mmbiarkan rambutnya panjang. Rupanya dia tidak mahu si anak tahu penderma daun telinga itu adalah ibunya sendiri. Ayahnya sambil menangis berkata.. ibumulah yang telah mendermakan daun telinganya untukmu... anak itu termenung dan menangis mengetahui perkara itu.

Muslimah Cantik, Bermahkota Rasa Malu

“Muslimah cantik, menjadikan malu sebagai mahkota kemuliaannya…” (SMS dari seorang sahabat)

Membaca SMS di atas, mungkin pada sebagian orang menganggap biasa saja, sekedar sebait kalimat puitis. Namun ketika kita mau untuk merenunginya, sungguh terdapat makna yang begitu dalam. Ketika kita menyadari fitrah kita tercipta sebagai wanita, mahkluk terindah di dunia ini, kemudian Allah mengkaruniakan hidayah pada kita, maka inilah hal yang paling indah dalam hidup wanita. Namun sayang, banyak sebagian dari kita—kaum wanita—yang tidak menyadari betapa berharganya dirinya. Sehingga banyak dari kaum wanita merendahkan dirinya dengan menanggalkan rasa malu, sementara Allah telah menjadikan rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.”(HR. Ibnu Majah no. 4181. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain,


“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”(HR. Al Hakim dalam Mustadroknya 1/73. Al Hakim mengatakan sesuai syarat Bukhari Muslim, begitu pula Adz Dzahabi)

Begitu jelas Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memberikan teladan pada kita, bahwasanya rasa malu adalah identitas akhlaq Islam. Bahkan rasa malu tak terlepas dari iman dan sebaliknya. Terkhusus bagi seorang muslimah, rasa malu adalah mahkota kemuliaan bagi dirinya. Rasa malu yang ada pada dirinya adalah hal yang membuat dirinya terhormat dan dimuliakan.

Namun sayang, di zaman ini rasa malu pada wanita telah pudar, sehingga hakikat penciptaan wanita—yang seharusnya—menjadi perhiasan dunia dengan keshalihahannya, menjadi tak lagi bermakna. Di zaman ini wanita hanya dijadikan objek kesenangan nafsu. Hal seperti ini karena perilaku wanita itu sendiri yang seringkali berbangga diri dengan mengatasnamakan emansipasi, mereka meninggalkan rasa malu untuk bersaing dengan kaum pria.

Allah telah menetapkan fitrah wanita dan pria dengan perbedaan yang sangat signifikan. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam akal dan tingkah laku. Bahkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 228 yang artinya; ‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang sepatutnya’, Allah telah menetapkan hak bagi wanita sebagaimana mestinya. Tidak sekedar kewajiban yang dibebankan, namun hak wanita pun Allah sangat memperhatikan dengan menyesuaikan fitrah wanita itu sendiri. Sehingga ketika para wanita menyadari fitrahnya, maka dia akan paham bahwasanya rasa malu pun itu menjadi hak baginya. Setiap wanita, terlebih seorang muslimah, berhak menyandang rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.

Sayangnya, hanya sedikit wanita yang menyadari hal ini…

Di zaman ini justeru banyak wanita yang memilih mendapatkan mahkota ‘kehormatan’ dari ajang kontes-kontes yang mengekspos kecantikan para wanita. Tidak hanya sebatas kecantikan wajah, tapi juga kecantikan tubuh diobral demi sebuah mahkota ‘kehormatan’ yang terbuat dari emas permata. Para wanita berlomba-lomba mengikuti audisi putri-putri kecantikan, dari tingkat lokal sampai tingkat internasional. Hanya demi sebuah mahkota dari emas permata dan gelar ‘Miss Universe’ atau sejenisnya, mereka rela menelanjangi dirinya sekaligus menanggalkan rasa malu sebagai sebaik-baik mahkota di dirinya. Naudzubillah min dzaliik…

Apakah mereka tidak menyadari, kelak di hari tuanya ketika kecantikan fisik sudah memudar, atau bahkan ketika jasad telah menyatu dengan tanah, apakah yang bisa dibanggakan dari kecantikan itu? Ketika telah berada di alam kubur dan bertemu dengan malaikat yang akan bertanya tentang amal ibadah kita selama di dunia dengan penuh rasa malu karena telah menanggalkan mahkota kemuliaan yang hakiki semasa di dunia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128) Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang adalah wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/191)

Dalam sebuah kisah, ‘Aisyah radhiyyallahu ‘anha pernah didatangi wanita-wanita dari Bani Tamim dengan pakaian tipis, kemudian beliau berkata,

“Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.” (disebutkan dalam Ghoyatul Marom (198). Syaikh Al Albani mengatakan, “Aku belum meneliti ulang sanadnya”)

Betapa pun Allah ketika menetapkan hijab yang sempurna bagi kaum wanita, itu adalah sebuah penjagaan tersendiri dari Allah kepada kita—kaum wanita—terhadap mahkota yang ada pada diri kita. Namun kenapa ketika Allah sendiri telah memberikan perlindungan kepada kita, justeru kita sendiri yang berlepas diri dari penjagaan itu sehingga mahkota kemuliaan kita pun hilang di telan zaman?



“Nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar Rahman: 13)

Wahai, muslimah…

Peliharalah rasa malu itu pada diri kita, sebagai sebaik-baik perhiasan kita sebagai wanita yang mulia dan dimuliakan. Sungguh, rasa malu itu lebih berharga jika kau bandingkan dengan mahkota yang terbuat dari emas permata, namun untuk mendapatkan (mahkota emas permata itu), kau harus menelanjangi dirimu di depan public.

Wahai saudariku muslimah…

Kembalilah ke jalan Rabb-mu dengan sepenuh kemuliaan, dengan rasa malu dikarenakan keimananmu pada Rabb-mu…

Jogja, Jumadil Ula 1431 H
Penulis: Ummu Hasan ‘Abdillah
Muroja’ah: Ust. Muhammad Abduh Tuasikal


Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More